TAK cuma keindahan alam, Indonesia juga menyimpan kekayaan kuliner.
Berlimpahnya bahan baku dan aneka rempah di Tanah Air, menciptakan
masakan tradisional yang berbeda di setiap daerah. Tak heran, kini
wisata kuliner sudah menjadi objek baru pariwisata di Indonesia.
Maraknya wisata kuliner juga mendorong orang semakin kreatif menciptakan
menu masakan baru. Bukan cuma mengandalkan racikan bumbu atau keragaman
, bahan baku semata, cara mengolah masakan juga berkembang.
Nah, yang lagi tren adalah makanan yang serba di bakar. Benar, cara ini
sudah ada sejak zaman dulu, tapi belakangan mengolah makanan dengan cara
ini semakin marak, bahkan untuk makanan yang sebelumnya tak lazim
dibakar.
Tengok saja, betapa banyaknya kedai atau resto yang menyuguhkan ikan
bakar, ayam bakar, steak atau daging bakar, burger bakar, hingga hingga
nasi bakar.
Asal tidak berlebihan
Menurut Inayah Budiastuti, Dokter Gizi Hang Lekiu Medical Centre,
fenomena ini karena orang bosan dengan makanan yang digoreng. Apalagi,
"Penyajian dengan cara dibakar lebih sehat dibandingkan dengan
menggoreng lama atau deep fry," tambah Inayah.
Namun, sebetulnya, bukan berarti menyantap makanan bakar terbebas dari
ancaman penyakit, lo. Malah, orang bisa terancam sakit bila mengonsumsi
masakan yang dibakar secara berlebihan.
Menurut Saptawati Bardosono, Ahli Gizi Departemen Nutrisi, Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia, proses pembakaran makanan baik dengan
arang atau lainnya sering dibarengi pembentukan arang atau gosong.
Gosong pada makanan ini berbahaya karena mengandung banyak atom karbon,
yang dalam jumlah besar bisa memicu timbulnya kanker (karsinogenik).
Sayangnya, menurut Ali Khomsan, Ahli Gizi dari Departemen Gizi
Masyarakat tentang adanya karsinogen dalam makanan bakar belum pernah
dilakukan di Indonesia. Tapi, "Penelitian di luar negeri banyak
mengungkapkan bahaya karsinogen ada dalam makanan yang mengalami proses
pembakaran, pemanggangan, atau pengasapan," ujar Ali.
Maklum saja, tak seperti di Indonesia yang kaya rempah untuk bumbu
masakan, orang-orang di luar negeri yang tak mengenal rempah lebih
banyak melakukan variasi pada pengolahan. Alhasil, mereka banyak
melakukan pengolahan makanan lewat proses pemanggangan atau pengasapan
untuk mendapatkan cita rasa berbeda.
Tapi, menurut Ali, baik tidaknya makanan bakar bagi tubuh sejatinya
merupakan sebuah pilihan. "Tak perlu takut sepanjang Anda mengkonsumsi
makanan bakar secara insidentil dan tidak menjadi bagian gaya hidup,"
ujarnya.
Apalagi, belum ada bukti secara langsung bahwa konsumsi makanan bakar
bisa memicu timbulnya kanker. "Kanker itu prosesnya lama, tidak instan
dan lebih bersifat kompleks," imbuh Ali. (Kontan/Tunggul Joko Pamungkas)
0 komentar:
Posting Komentar